RUPIAH: Economics: Agents, Pilgrims, and Profits – Sylvia Chiffoleau (2015) – Book Chapter in The Hajj: Pilgrimage in Islam

Tulisan ini merupakan bagian dari buku The Hajj: Pilgrimage in Islam yang diterbitkan oleh Cambridge University Press pada tahun 2015. Bab ini membahas mengenai efek ekonomi yang terjadi selama proses haji. Sejak awal, haji dilakukan menggunakan caravan system (berpergian secara berkelompok menggunakan jalan darat). 

Pada masa Ottoman, caravan ini selain membawa jamaah haji juga membawa hadiah dan uang yang akan diberikan kepada suku Bedouin yang ditemui sepanjang perjalanan dan juga subsidi untuk mengelola kota suci. Rombongan ini juga diikuti oleh para pedagang, di samping 20.000 hingga 40.000 jamaah haji yang dibawa oleh caravan dari Kairo dan Damaskus, yang juga didampingi oleh pemimpin rombongan dan militer.

Dengan kemajuan teknologi dan penemuan mesin uap pada abad ke-19, maka meningkatkan jumlah jamaah yang berangkat haji serta menciptakan pasar baru di industri transportasi. Dikarenakan posisi Inggris, Belanda, dan Perancis yang menguasai berbagai wilayah di dunia, maka pelaku di industri transportasi dikuasai oleh ketiga negara tersebut. Ketiga negara melayani perjalanan untuk masing-masing wilayah yang menjadi daerah kekuasaan pada saat itu, di samping Ottoman yang juga melayani perjalanan haji. 

Namun di tahun 1930an, ketika isu nasionalisme muncul dan banyak negara Muslim yang mulai merdeka, maka industri transportasi untuk perjalanan haji beralih untuk dijalankan oleh masing-masing negara. Pada tahun 1935, Mesir menyediakan dua kapal uap untuk perjalanan haji. Kemudian pada tahun 1936, Misr Bank menyediakan Misr Airworks untuk perjalanan haji menggunakan pesawat. Selain itu, pada tahun 1955, Algeria memberangkatkan 62 bus (3.000 jamaah) ke Suez.

Artikel ini juga menjelaskan juga bahwa kegiatan haji merupakan kegiatan yang mempunyai biaya mahal. Selain dari berbagai pajak yang ditetapkan oleh pihak Saudi Arabia kepada jamaah haji, pemerintah kolonial juga mempunyai kebijakan masing-masing. Sebagai contoh, Belanda menetapkan bahwa jamaah haji harus dapat menunjukkan bahwa jamaah mempunyai cukup harta untuk keluarga yang ditinggalkan. Kemudian Rusia menetapkan bahwa jamaah harus menunjukkan bahwa mereka mempunyai cukup dana untuk melakukan perjalanan berangkat dan pulang haji. Namun demikian, Inggris tidak menetapkan aturan seperti ini karena tidak ingin dianggap untuk menghalangi kegiatan ibadah haji dari penduduk Muslim. 

Dari artikel ini dapat diketahui bahwa ibadah haji mempunyai latar belakang dan efek ekonomi dari berbagai sisi, baik dari asal jamaah haji, wilayah yang dilewati sepanjang perjalanan, maupun untuk negara yang menjadi tujuan. Dengan kemajuan teknologi, banyak perubahan terjadi yang juga memberikan dampak ekonomi bagi berbagai pihak. Dengan adanya pandemi Covid-19 saat ini, tentu saja terjadi perubahan besar bagi berbagai industri yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah haji.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top