PRESS RELEASE – Webinar “Menelisik Usulan Kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) 2023: Apakah Wajar dan Berkeadilan?”

Pada hari Jum’at, 27 Januari 2023, Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) FEB UI bekerja sama dengan Haji Umrah News.com menyelenggarakan PEBS Webinar Series tentang isu hangat yakni usulan kenaikan biaya haji dengan tema “Menelisik Usulan Kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) 2023: Apakah Wajar dan Berkeadilan?”. Webinar ini dilaksanakan secara daring serta melibatkan berbagai pemangku kepentingan yaitu Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Kementerian Agama RI, Komisi VIII DPR RI, pelaku industri haji dan umrah, dan akademisi. Kegiatan ini bertujuan untuk menelisik alasan di balik usulan kenaikan biaya perjalanan haji 2023 yang saat ini tengah menjadi polemik di masyarakat.

Kegiatan webinar ini dimulai dengan sambutan pertama yang disampaikan oleh Bapak Teguh Dartanto, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia, dan dilanjutkan dengan sambutan oleh Ibu Rahmatina Awaliah Kasri, Ph.D. selaku Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) FEB UI. Baik Pak Teguh maupun Bu Rahma sama-sama mengharapkan kegiatan Webinar Series (WISE) PEBS ini dapat memberikan kesepahaman dan media duduk bersama para stakeholders dalam mendiskusikan rencana usulan kenaikan BIPIH.

Kemudian, agenda selanjutnya adalah pemaparan materi oleh oleh para narasumber yang dipandu oleh moderator Bapak Dr. Banu Muhammad (Peneliti Senior PEBS FEB UI). Narasumber pertama yakni Bapak Fadlul Imansyah selaku Kepala BPKH yang menyampaikan bahwa keuangan haji saat ini berada pada kondisi yang sehat dan siap mendukung pelaksanaan haji 1444H/2023M. Hal ini tercermin dari lima hal. Pertama, pemenuhan tingkat likuiditas keuangan haji yakni sebesar 2.22 x BPIH. Kedua, posisi dana yang bersifat likuid sangat mencukupi, di mana posisi penempatan dana di bank adalah sebesar 48.97 triliun Rupiah per Desember 2022. Ketiga, kondisi keuangan haji pun sangat solven, di mana rasio solvabilitas mencapai 102,74 persen. Keempat, nilai manfaat keuangan haji diproyeksikan meningkat hingga Rp 10.01 triliun, yang akan digunakan untuk memenuhi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), kegiatan kemaslahatan (CSR), maupun alokasi Nilai Manfaat Virtual Account. Kelima, BPKH sedang mempersiapkan pengadaan likuiditas penyelenggaraan ibadah haji dalam valuta asing yang berkoordinasi dengan perbankan.

 

Selanjutnya, pemaparan materi oleh narasumber kedua yaitu Bapak Prof. Hilman Latief selaku Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama RI ikut menyampaikan beberapa hal terkait isu kenaikan biaya haji ini. Pertama, biaya haji bersifat sangat dinamis karena menyesuaikan dengan kondisi makroekonomi yang sedang tidak stabil. Kedua, terkait penurunan biaya layanan 30 persen untuk jamaah domestik oleh Arab Saudi, beliau menegaskan bahwa penurunan ini bukan berasal dari layanan keseluruhan, melainkan hanya layanan 4 hari selama di Arafah, Mina, dan Muzdalifah. Ketiga, pemerintah terus berusaha untuk menyusun sebuah desain pengelolaan keuangan haji yang wajar, sehat, dan berkelanjutan serta resilien terhadap kondisi ketidakpastian global. Selain itu, seluruh pemangku kebijakan perlu mencari alokasi pembebanan biaya haji yang proporsional untuk jamaah dan pemerintah dengan mempertimbangkan kondisi yang ada. Beliau juga menegaskan bahwa pemerintah tidak pernah berniat menyusahkan masyarakat calon haji, namun justru ingin meningkatkan pelayanan haji kepada masyarakat.

 

Acara dilanjutkan dengan paparan Ibu Diah Pitaloka selaku pembicara ketiga yang mewakili Komisi VIII DPR RI. Beliau menyampaikan tiga hal utama. Pertama, pemerintah (Kementerian Agama RI) tidak bisa selalu menaikkan biaya haji tiap tahunnya. Sekalipun ingin dinaikkan, perlu rasionalisasi yang jelas dan besaran yang wajar. Kedua, pemerintah perlu memikirkan nasib jamaah haji tunggu 2020 dan mencari titik optimal agar jamaah tidak membayar hingga 69 juta. Hal ini bisa dilakukan dengan meningkatkan efisiensi penyelenggaraan haji. Misalnya dengan melakukan penyesuaian durasi berada di Saudi dan efisiensi biaya variabel lainnya. Terakhir, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI ini juga berharap bahwa pemerintah mampu mengoptimalkan investasi agar bisa membawa keuntungan bagi ekosistem haji serta memanfaatkan momentum kenaikan biaya haji ini untuk meningkatkan layanan secara lebih baik.

 

Sementara itu Bapak M Hasan Gaido selaku pelaku di industri haji dan umrah Indonesia menyoroti beberapa hal dalam paparannya. Beliau membenarkan bahwa memang terjadi kenaikan pada beberapa komponen penyelenggaraan haji di Arab Saudi, terutama terkait biaya produk dan layanan. Beliau juga memberikan beberapa masukan terkait strategi pengelolaan haji baik pengelolaan dana maupun layanan, yang diharapkan mampu mengoptimalkan nilai manfaat dana haji dan mengurangi beban yang ditanggung calon jamaah. Saran utamanya adalah terkait investasi langsung yang dapat dilakukan oleh BPKH di Arab Saudi. Salah satu sektor yang cukup signifikan adalah perhotelan, sehingga sektor ini mungkin merupakan sektor strategis yang dapat digarap oleh BPKH. Beliau juga menyarankan perlunya diplomasi dengan pemerintah Arab Saudi dan Timur Tengan lainnya terkait kerjasama bisnis yang lebih luas mulai dari perhotelan, bank syariah, teknologi informasi, perlengkapan haji-umrah, katering, travel agent, provider internet, layanan kesehatan, transportasi, logistik, hingga ekspor-impor.

 

Pemaparan ditutup oleh Bapak M. Budi Prasetyo selaku peneliti PEBS dan Dosen FEB UI. Beliau menyampaikan potensi besar dari dana haji secara global dan di Indonesia, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Dana haji yang mengendap sangat mungkin untuk dikelola secara optimal oleh pemerintah karena memiliki potensi ekonomi yang besar. Dana haji akan lebih optimal jika diinvestasikan pada berbagai instrumen sehingga perlu ada batasan dan panduan untuk alokasi investasi. Terdapat tiga isu penting pengelolaan dana haji, yaitu investasi, risiko, dan sustainability dana haji. Selain itu juga disampaikan terdapat beberapa alternatif kebijakan yang dapat mengoptimalkan pengelolaan dana haji seperti mix policy antara kuota haji dan persenan financial assistance biaya haji, switching mechanism untuk memangkas waktu tunggu, revisi regulasi untuk mendukung kinerja investasi BPKH, efisiensi struktur biaya haji agar lebih terjangkau oleh masyarakat, dan tentunya penguatan governance BPKH dalam mengelola dana haji. Terkait dengan usulan kenaikan biaya haji sendiri, peneliti PEBS ini juga mencoba melakukan beberapa simulasi skema yang dapat dijadikan pilihan dan dampaknya terhadap sustainability dana haji.

Acara ini kemudian dilanjutkan dengan penyampaian pesan penutup (closing remarks) dari masing-masing narasumber dan ditutup dengan kesimpulan oleh moderator yakni Bapak Dr. Banu Muhammad Haidlir. Ada tiga butir kesimpulan: (i) kenaikan BIPIH memang tidak terelakkan. Namun kenaikan tersebut harus memiliki dasar yang jelas, wajar besarannya, mempertimbangkan keadilan dan kondisi masyarakat, serta dikomunikasikan dengan baik; (ii) perlunya melakukan upaya untuk mengoptimalkan pengelolaan dana haji dan layanan haji, antara lain melalui inovasi kebijakan dalam mengelola keuangan haji (termasuk dalam hal investasi), efisiensi pengelolaan haji (terutama dari sisi pengeluaran), penguatan institusi dan harmonisasi regulasi; (iii) perlunya melakukan kajian untuk merancang arsitektur pengelolaan haji yang optimal dan mengharmonisasikan dengan pengembangan ekonomi syariah di Indonesia.

Antusiasme masyarakat terhadap isu ini sangat besar. Hal ini tidak hanya tercermin dari jumlah peserta yang cukup besar (hampir 700 peserta baik, melalui media zoom maupun kanal youtube PEBS FEB UI dan Media Haji Umrah), tetapi juga dari jumlah pertanyaan yang diajukan pada saat sesi tanya jawab. Lebih dari 20 pertanyaan tercatat pada saat kolom chat zoom yang ditanyakan kepada semua narasumber. Karena keterbatasan waktu hanya beberapa pertanyaan yang dapat ditanggapi.

Semoga kegiatan ini bisa memberikan pencerahan dan manfaat kepada seluruh elemen dalam masyarakat Indonesia, khususnya para calon jamaah haji dan pemangku kepentingan ekonomi syariah.

Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) merupakan institusi di bawah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) yang didirikan pada tahun 2007 untuk menjadi Center of Excellence untuk penelitian dan pelatihan di bidang ekonomi, bisnis dan keuangan syariah.

Narahubung: Azizon (PEBS FEB UI)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top